Sabtu, 10 April 2010

Kepada Tuan

Bukan saya yang Anda cari, Tuan
Pasti bukan saya
Tak mungkin saya
Tak akan pernah saya, Tuan

Jangan tanyakan kepada malam, Tuan
Karena ia hanya akan menunjukkan padamu apa itu gelap dan bias samar yg menipu seluruh indra
Jangan pula tanyakan kepada angkasa ataupun laut perihal isi hati Tuan
Karena keduanya hanya akan membikin pusing dan Tuan akan jatuh pada kedalaman yang tak berdasar

Jangan pandangi saya lagi, Tuan
Saya hanya seorang pandir yang bahkan tak mengenali diri sendiri
Saya seorang udik yang tak memiliki apa-apa untuk disombongkan maupun diberikan kepada Tuan yang baik hati

Tuan, jika Anda mencari mutiara yang berkilau sempurna, maka carilah ia di dalam samudera bukan di dalam jelaga
Lihatlah sekeliling Anda, Tuan
Ada banyak keindahan yang menunggu untuk ditangkup dan diteguk olehmu
Dan saya bukan diantaranya

Bukan saya yang Anda cari, Tuan
Pasti bukan saya

Jangan mengharap pada si pandir ini, Tuan
Karena saya tak punya apa-apa lagi yang dapat diberikan untuk kesenangan Tuan
Tolong Tuan, jangan minta hati saya
Karena hanya itulah yang saya punyai kini

Selasa, 09 Maret 2010

Surat Tentang Hujan


Hujan hari ini tertanggal 9 Maret 2010 dan Aku dalam perjalanan pulang menuju rumah. Apa yang hendak Kukabarkan pada keindahan tiada terperi disaat hujan datang? Hujan adalah keriangan bagiku. Oase yang menyejukkan. Ditemani alunan merdu The Smiths, Kings of Convenience, dan Keane, Aku menikmati hujan sore ini. Hujatan kilat yang menyambar-nyambar mengingatkanku pada Neptunus, mengingatkanku pada Syiwa yang bersenjatakan trisula. Begitu fantastis, begitu erotis.



Lewat hujan Aku dapat menghirup bau tanah basah yang sangat kurindukan. Aku melihat keriangan tumbuhan yang berbinar cerah dalam balutan warna hijaunya. Aku menangkap keriangan pada saat hujan turun. Hujan bagiku adalah katarsis dengan dosis supra estetis. Suatu karya seni yang melampaui batas zaman, yang tidak dapat dikenakan padanya kategori-kategori tertentu. Hujan bagai membuka kabut pekat dalam penatnya hari. Ia anugrah, ia indah!

Aku masih mendengarkan alunan lagu disertai sambaran kilat yang memekakkan telinga. Di dalam kereta ekonomi sore hari disaat hujan, Aku masih asyik melihat orang-orang sibuk sendiri. Berbagai wajah hadir padaku. Menampilkan beraneka macam ekspresi, beberapa penuh ekspetasi walau sisanya mungkin ingin mati. Bagiku ini adalah kekayaan tiada bandingan. Bahwa hidup selalu kaya, begitu kaya. Dan hujan masih menemani sementara Tuhan asyik mengawasi.

Aku sangat suka hujan. Ia semarak, mungkin karena banyak. Ia gaduh tapi tak membikin peluh. Aku ingin menyatu dengannya, ingin basah dan merasa katarsis. Aku mencintai hujan karena ia meramaikan hariku yang seringkali berkabut. Ia adalah akumulasi seluruh masa bahagiaku.

Rabu, 03 Maret 2010

Parodi

Parodi dan komedi
Parodi dan tragedi
Komedi dan tragedi

Apa beda?
Apa sama?

Semuanya terjalin dalam jaring-jaring diri dan kehidupan
Meredup dan bersinar bagai hentakkan degup irama yang membumbung konstanta nadi
Memberikan ekspetasi sekaligus ekspedisi
Dalam hidup ada parodi, komedi, sekaligus tragedi
Hidup adalah suatu drama yang absurd
Diantara hentakkan waktu dan keterlibatan ruang yang menganga terbatas, kita sang pejuang beraksi dan merasa
Ya, kita telah jatuh cinta pada hidup yang demikian adanya

Senin, 18 Januari 2010

Memilih Menyerah

Kepada Teman,

maaf,
pada akhirnya simpul yang selama ini kita rajut harus kupecah ikatan utamanya lantaran kutak mampu. aku tak mampu menangung diriku sedemikian besar pada sesuatu yang tidak pernah kuyakin sebelumnya. kepercayaan kalian yang terdeskripsi dalam wujud aku tak mampu kujalankan dengan sebaik yang mungkin pernah kita impikan sebelumnya.

maaf,
pada akhirnya aku harus menyatakan ini, bahwa aku tak pernah merasa yakin dengan kalian yang disampingku. aku tak pernah merasakan kalian dlam wujud dukungan nyata seperti pada awalnya. aku tak punya kepercayaan akan kita yang melebur menjadi sebentuk komunal baru.

maaf,
mungkin aku egois dan terlalu menginginkan sempurna, tetapi aku juga melihat luka dari setiap ketidakpercayaanku terhadap diriku sendiri. aku melihat hampir segalanya dari setiap jalinan kita dan aku tak dapat memungkiri aku melihat kita dalam setiap jengkal kekurangan maupun kelebihan kita. dan itu sungguh memuakkanku

maaf,
pada akhirnya aku harus mengaku kalah dari setiap rintangan yang menjaring. karena aku tak hanya melihat gagal dalam visiku, tetapi juga labirin yang tidak membuka celah bagiku untuk mengurai harapan menjadi kenyataan-atau setidaknya belum

Kamis, 19 November 2009

L A U T

aku suka laut karena birunya membelah kumpulan coklat daratan yang kering sore ini

aku suka laut karena ombaknya berbisik dan menggelitik

aku suka laut karena ia mengantarkan bau garam padaku, merangsang diriku untuk menyatu dengannya

aku suka laut karena aku dapat menyusuri garis-garis pantai sendirian dan menatap angkasa yang maha luas, menyiratkan ketakterbatasan hidup yang ternyata terbatas

aku suka laut karena ia misterius, kedalamannya merupakan kengkuhan sekaligus fatamorgana

aku suka laut karena disini aku dapat melihat matahari berganti senja dan berubah gelap

aku suka laut karena ia tak kenal lelah mencoba mengikis karang

aku suka laut karena dahulu ayah sering mengajakku menjengukmu sambil menuntunku sengan segenggam coklat ditangan

dan aku suka laut karena senyum ayah tertinggal disitu


(Pantai baron-jogja, 200909)

Gemintang

aku melihat gemintang bertaburan diatas tundra kemarau

aku melihat gemintang bersinar terang ditengah pekatnya malam

aku melihat gemintang kokoh walau angin malam berhembus semarak

aku melihat gemintang ditengah sunyi malam dua hari sebelum lebaran

aku melihat gemintang dan aku jatuh cinta padanya

(jogja, 2 hari sebelum lebaran 2009)

Senin, 17 Agustus 2009

timpang dan hampir jatuh

tertatih-tatih
jalanan kian menanjak, terjal, dan membikin putus asa
padahal ini baru awal
awal dari sesuatu yang pada akhirnya akan tereduksi menjadi memori

jagad ternyata begitu luas
samudera begitu dalam
dan hidup begitu membingungkan, penuh jebakan, penuh tipu muslihat
tetapi hidup juga surga, sebuah ladang tak bertepi yang menawarkan banyak solusi

jelaga berubah tembaga
putih berubah hitam
tetapi semua itu masih absurd bagiku
karena aku masih tetap si abu-abu

aku ingin lepas dari diri
ingin lepas dari waktu
ingin lepas dari kungkungan wilayah
dan mengambang, menyusuri tanpa ingin pernah berpikir

baru kejejaki persimpangan jalan itu
tapi belum apa-apa aku sudah sangat lelah
harus apa? harus bagaimana memilin asa perlahan-lahan agar tidak hancur?
harus apa? harus bagaimana merajut harap agar jiwa tetap hidup dan diri sampai pada akhir, sebuah oase ketidakpastian?